The 12th Year

 Siapa sangka pembukaan blog dengan nama yang ku pikirkan ribuan kali sampai akhirnya berhenti di 'Serba Sarah' tahun 2011 itu bisa stay sejauh ini? DUA BELAS TAHUN!

Ya...

Benar-benar 12 tahun lamanya blog ini sudah menemani kehidupanku. 12 tahun dari 26 tahun hidupku, 46% hidupku udah kulalui dan sebagian kutulis di blog ini. What an amazing journey

Bahagia banget rasanya, selalu membahagiakan. Ketika mengetahui hidupku terus berlalu dan aku bisa kembali melihat apa yang terjadi, apa yang kulalui, melalui jejak tulisan yang kutinggalkan disini.

Aku selalu ingat, saat pertama kali aku menyalurkan hobi menulisku di umurku yang saat itu 14 tahun, berkunjung ke warnet dekat rumah santosa. Menulis blog ini.

Memikirkan kata ganti pertama yang paling cocok, "gue, aku, saya, atau apa ya?"

Dan berulang kali mengganti nama username blog, dari karyasarah, ceritasarah, ahhsarah, beritasarah, sampai serbasarah. Perjalanan yang lucu dan menyenangkan.

Kini aku telah tumbuh dewasa. Mungkin aku akan lebih bijak dalam bercerita, tapi yang sudah pasti aku ketahui, Sarah telah menuliskan jejak kehidupannya, yang semoga kuharap sedikitnya bisa menjadi hikmah dan pembelajaran bagi orang lain yang berkesempatan bertemu denganku melalui tulisan. Aamiin.

Suzzanna Malam Jumat Kliwon

Setelah 5 tahun lalu review film Suzzanna: Bernapas Dalam Kubur, gak nyangka hari ini akan review lagi film remake Bunda Suzzanna yang baru aja rilis 3 Agustus kemarin, Suzzanna: Malam Jumat Kliwon. Sebelum nonton pun, pertama kali tahu soal bakal adanya film remake ini aku sangat excited, seperti yang kalian tahu, segimana aku ngefansnya sama film-film Bunda Suzzanna, hahaha. Untuk film pendahulunya dengan judul yang sama pun, aku sudah nonton mungkin puluhan kali. So, kita mulai aja review film ini!

Nonton di hari pertama rilis, aku gak bisa ngegambarin betapa senengnya aku pas awal film dimulai, bumper atau video pengantar masuk yang nunjukin rumah produksi, yaitu Soraya Intercine Film, diputer versi jadulnya, yang awalannya tuh kayak sekelebat cahaya dengan background biru dan subtitle 'Dengan Bangga Mempersembahkan' pake tulisan script putih yang bener-bener jadi momen nostalgia terhebat. Apalagi buat aku, bayangin anak kelahiran 90an ini, yang nonton film-film Bunda Suzzanna cuma lewat tv, youtube, google, bisa nonton opening scene legend itu di layar segede bioskop. HEPI!

Lanjut dari momen nostalgia menyenangkan tersebut, aku kemudian disuguhkan cerita film yang berlatar sebuah desa di Jawa Timur. Di film ini, Suzzanna sebagai tokoh utama diceritakan berusia 20-an, menjalani kehidupan gadis desa biasa dengan kekasihnya bernama Surya. Kebahagiaan sederhananya direnggut karena harus menerima kenyataan kalau ia dipaksa menikahi Raden Aryo karena permasalahan orangtuanya. Raden Aryo adalah orang terpandang di desa tersebut yang sudah beristri tapi tidak juga dikaruniai anak, makanya ia ingin mendapatkan anak dari menikahi Suzzanna.

Hal itu menjadi malapetaka tersendiri bagi Suzzanna karena Minati, istri Raden Aryo, tentu tidak menyukai kehadirannya. Minati menyantet Suzzanna hingga Suzzanna berakhir dengan kematian yang mengenaskan, melahirkan anaknya bersama Raden Aryo dari punggungnya yang meletus. 

Dari keseluruhan cerita versi ini dan versi original tahun 1986, scene inilah yang menjadi bagian utama yang dibuat ulang sama persis seperti pendahulunya. Sedangkan untuk bagian cerita lainnya, kamu disuguhkan cerita baru yang masih sejalan dengan cerita versi original film ini.

Setelah kematiannya, Suzzanna berubah menjadi hantu sundel bolong dengan tujuan utamanya menuntut balas, khas cerita film Bunda Suzzanna. Daripada menunjukkan sisi yang menakutkan atau mengagetkan, Bunda Suzzanna dalam film-film horrornya lebih menunjukkan sisi komedi, heroik, dan gore. Begitu pun dengan Malam Jumat Kliwon versi 2023 ini, ciri khas film Suzzanna tetap menjadi sajian utama.

Itulah gambaran singkat mengenai filmnya yang untuk lebih detailnya kalian bisa nonton ke bioskop supaya nggak spoiler :D 

Gimana pendapat aku sebagai hardcore film-film Bunda Suzzanna setelah menonton film ini?

Tentu aja aku super hepi dengan film ini, selain karena pastinya sebagai momen nostalgia, film ini juga emang bagus dengan alur cerita yang walaupun kerasa banget dipadetin, ada bagian-bagian yang sengaja dipotong karena durasi, masih bisa dinikmati dan jalan ceritanya tetep nyambung banget. Walaupun secara keseluruhan oke, pastinya ada beberapa hal yang kurang srek juga, yang bagi aku masih bisa ditolerir. Kekurangan di bagian eksplorasi kisah cinta antara Suzzanna dan Surya yang dibuat terlalu singkat, akting Megantara sebagai Surya yang at some point masih kayak dibuat-buat, editing di bagian Ratih muter kepala itu keliatan gak rapi banget, scene komedi hansip yang kepanjangan, dan satu hal yang mungkin kalian minim denger dari reviewer lain. Sebagai orang yang nonton film-film Suzzanna puluhan kali dari berbagai judul, aku hapal banget kalau gaya ngomong tokoh-tokoh dalam film Suzzanna tahun 80-an tuh ya ala orang tahun 80-an, lebih baku. Jarang, atau hampir gak pernah aku denger kata "nggak" atau "enggak" dari film jadul Suzzanna. Kata ini disebutkan dengan "tidak" "gak" atau "ndak", karena latarnya yang mayoritas Jawa Tengah atau Jawa Timur. Terus, kata "kamu" juga minim digunakan, tapi lebih sering ke "kau". Dan kata dalam bahasa Indonesia yang lain yang diucapkan dengan penyampaian bahasa baku, khas ala kehidupan tahun tersebut, apalagi dengan latar tempat desa yang notabene masih sulit terkena pengaruh modernisasi. Di film ini, masih banyak kata bahasa Indonesia yang agak gaul yang digunakan. Aku pikir artis-artis zaman sekarang yang mau meranin film dengan latar 70-80an harus latihan ngomong ala tahun tersebut deh, supaya feelnya lebih dapet lagi. Tapi yah, mungkin ini hanya menjadi concern sebagian orang yang juga menikmati film-film jadul salah satunya karena tata bahasanya yang beda dan menaruh kesan tersendiri sebagai rapi dan klasik.

Overall dari film ini, yang paling bikin aku seneng, karena DNA film Suzzanna-nya bener-bener masih melekat. Alur sederhana, straight to the point, minim jumpscare, bumbu komedi yang khas, sosok hantu ala Suzzanna (yang mana sosok Suzzanna tuh udah kayak jadi jenis hantu baru yang lain daripada sekedar kuntilanak ataupun sundelbolong), dan tema balas dendam dengan aksi-aksi gore yang mencekam. Kalau kamu udah nonton juga, mungkin kamu akan setuju kalau ending dari film ini bener-bener jadi gong yang luar biasa, golden scene, yang bikin mata membelalak pas liatnya dan ada kepuasan tersendiri. Dendam terbayar tuntas, dengan rasa sakit yang minimal setara, lebih sakit menjadi luar biasa. Luna Maya aktingnya bener-bener top untuk meranin Bunda Suzzanna. Ketawanya sangat masuk, mukanya mirip, Indonesia campur kebule-bulean, logatnya mirip, gestur mirip, cantik sekali memerankan Suzzanna dengan potret usia 20-an. 

Jadi kesimpulannya, film ini akan seru untuk ditonton untuk siapa aja, yang menurut aku lebih bijak kalo ditonton oleh anak usia 15 tahun ke atas, walaupun rate-nya sendiri 13 tahun ke atas. Cocok banget ditonton untuk nostalgia, untuk ngisi weekend keluarga, atau pemuas dahaga nostalgia film Suzzanna yang baru setelah film remake pertamanya 5 tahun lalu rilis di bioskop. 1 sampai 10 rate dari aku berapa? ah, jangan tanya aku. Aku hardcore Bunda Suzzanna, garis keras, aku takut subjektif. Penilaian dari aku, udah pasti 1000/10! Aku bahkan udah nonton 2 kali ke bioskop, haha. Gak sabar untuk ngulang-ngulang filmnya di streaming platform, apalagi kalau ada versi extendednya gak sih? Semoga ya! 

Selamat nonton, selamat nostalgia!
hihihihihihihihihihihihihihi *ketawa ala hantu Suzzanna

Hari Tua

Memikirkan hari tua, mungkin umumnya bagi sebagian besar orang adalah gambaran di mana kita tinggal di sebuah rumah dengan pasangan hidup, menanti anak-anak berkunjung bersama cucu. Menyiapkan mereka makanan, menyayangi cucu kita, dan bercanda gurau bersama. Ya, hidup 'sempurna' yang diinginkan semua orang.

Mungkin gambaran umum ini juga menjadi hal yang aku inginkan. Kenapa aku bilang mungkin? karena bisa jadi pandanganku berubah nantinya, toh sekarang juga aku baru pertengahan 20-an. Masih banyak hal yang belum aku lihat di luar sana.

Satu hal yang aku pikirkan saat ini, bahwa kehidupan memang kadang imajinatif tapi lebih sering realistis. Satu-satunya pengharapan kita hanya kepada Allah. Berperasangka baik adalah kewajiban dan meyakini bahwa Allah akan mencukupi juga sebuah keharusan. Tidak ada bantahan akan hal tersebut.

Hanya saja, mengenai hidup yang realistis, mungkin ada kalanya kita berpikir bahwa tidak selamanya hidup akan selalu pelangi pun langit tak akan selalu biru. Itu hukum alam, karena kita sedang berada di dunia yang sifatnya sementara dan fana.

Tentang hal tersebut, aku berpikir soal hari tua. Mendambakan keluarga cemara bahagia selamanya sungguh sebuah keharusan. Tapi bagaimana jika kita tidak menggantungkan kebahagiaan dan harapan kita pada sesuatu hal yang sifatnya dalam beberapa hal berada di luar kontrol kita?

Hari tua di mana kita mayoritas sudah kehilangan lebih banyak energi dibandingkan masa muda, membuat kita lebih mungkin untuk membutuhkan orang lain. Siapa ketika itu yang dapat menjadi harapan kita untuk dapat dibersamai? pasangan kita tentu saja menjadi harapan pertama. Namun lagi lagi, jika bukan karena usia, banyak sekali kemungkinan lain yang mungkin membuat pasangan kita sudah tiada lagi bersama kita. Bagaimana dengan anak kita? Seberapa besar pun ego kita untuk berpikir bahwa seharusnya anak membalas budi, atau akan membalas budi ketika kita sudah tua, pada dasarnya mereka semua hanyalah titipan Allah. Mereka pun akan memiliki kehidupannya masing-masing. Mungkin juga sedang merajut angan-angan untuk usia di mana mereka nantinya mencapai usia orang tuanya saat ini.

Berpikir bahwa semua tamparan ini membuatku berpikir realistis, lebih realistis lagi, karena logika dan otak ini lebih sering tidak menipu dibandingkan hati. Adakah mereka yang juga memikirkan untuk memiliki masa tua di panti jompo ekslusif? bersosialisasi dengan para lansia yang telah melewati berbagai masa di hidupnya. Memasukkan diri sendiri ke panti jompo tersebut. Jika punya anak, lebih menyenangkan untuk menjadi tidak merepotkan. Jika tidak punya pun, rumah masa tua ini juga bagus untuk jadi pilihan.

Terdengar keras memang. Tapi ini tidak lebih keras daripada baru sadar dan ditampar kehidupan di usia yang seharusnya kita sudah diberkahi ketenangan dan fokus berserah kepada Tuhan.

Setidaknya pilihan itu ada. Persiapan itu ada. Tetapi tetap satu yang menjadi keyakinan dan sandaran hidup. Bukan pasangan, bukan anak, atau siapa pun yang dirasa paling dekat. Hanya Tuhan tempat berharap dan meyakini kepastian.

Fenomena Belakangan Ini

Banyaknya berita yang berseliweran belakangan ini, bikin capek mata yang baca dan telinga yang dengar gak sih? 

Wkwkwk.

Sempat terlintas dalam pikiran gue, kalo mau nyari sumber berita yang isinya positif semua, harus subscribe platform apa ya? hmm. Tapi kayaknya sih, ya gak ada juga. Tinggal pilah pilih sendiri aja yang mana yang mau dikonsumsi dan mana yang tidak.

Berita yang mungkin mayoritas isinya tentang kehidupan pribadi orang lain, bener-bener menuhi beranda. Gila. Bahkan akun-akun yang gue follow dengan tujuan semata-mata untuk informasi yang betulan informatif, sekarang lagi ngeberitain si motivator yang poligami diem-diem. Ya Rabbi. Ada pulak segala berita suami orang yang bikin tatto di badannya dan gambarnya adalah gambar istri orang. Ya Allah.

Gimana ya, di zaman kayak gini kan segala jenis informasi emang mudah banget didapetin. Ketika kita gak niat cari pun, tiba-tiba berita itu nongol aja dan tau-tau masuk ke kotak informasi di otak kita. 

Tapi ada sedikit hal yg menggelitik sih. Tuh kan, gue yang tadinya muak dan males terpapar sama berita-berita negatif (semata karena gue udah fusink sama hidup gue sendiri) mau gak mau ya jadi tau. Untungnya sih, gue tahu berita ini dari seorang pakar branding yang gue ikutin di Instagram. Beliau juga ngebahasnya bukan dalam konteks ngegosip, tapi justru dari sisi branding yang dilakukan sama si tersangkanya netizen ini, si motivator. Jadi si motivator ini tuh personal branding awalnya ngangkat kisah-kisah melodrama dari kehidupan nyatanya, di mana dia tuh baru nikah sama istrinya dan langsung kelilit hutang 7M-an dan keserang penyakit entah apa yang bikin si motivator kurus kering parah.

Nah dari cerita melodrama itu, di titik di mana dia udah sustain sekarang, tiba-tiba beritanya dia poligami diem-diem buat ngawinin istri yang lebih muda. Nah hancurlah kan segala kisah yang dia bangun selama ini. Dia yg bangun, dia yg hancurin. Gitu lah kira-kira singkatnya soal permasalahan branding yang dibahas. 

Jujur kalo dibahas dari sisi personal branding tersebut, hal itu menarik banget sih. Bukan persoalan gosipin orang ya, tapi ngambil pelajaran dari personal branding yang dilakukan orang lain. Ya gitu lah pokoknya. 

Tapi di sini gue bukan mau bahas itu. Gue di sini mau ngomong bagian-bagian 'receh' yang mungkin ngangkat sudut pandang gue sebagai wanita. Yah.. ada gunanya apa engga, let's see dulu lah ya.

Jadi, dari semua kasus ini, gue liat salah satu postingan sebuah akun media yang juga ngomongin soal si motivator ini. Kurang lebih kalimatnya, 

"Stereotype-nya jangan mau nemenin cowok dari 0."

Ada sih lanjutannya, cuma gue males aja nulis dan nerusin. Karena intinya itu, dan itu juga yang mau gue omongin.

Gak bermaksud pickme tapi jujur gue bingung aja sih, kenapa kalo ditemenin dari zaman bobrok, cowok mayoritas kecenderungannya malah lari nyari yg baru pas dia udah di atas langit? Kayaknya secara logika aja udah gak masuk kan? Ada orang yg mau nemenin lo dari zaman lo kayak tai, tapi pas si tai udah berubah jadi emas, malah nyari orang baru. Padahal kalo orang baru itu ngeliat lo sebagai tai waktu dulu, belum tentu dia mau. Ya kan? But.. gak usah kecewa, karena kenyataannya emang demikian.

Mungkin balik lagi ke persoalan ego cowok yang meletup-letup kayak aer mendidih, dia berasa terakui keberadaannya --yang sebenarnya cuma oleh dirinya sendiri-- dengan bisa mendapat lebih dari yang dia punya sebelumnya. Jadi ini cuma persoalan ego? gue rasa secara psikologis, mayoritas adalah demikian. Gue gak bilang kalo semua cowok ya, dan bahkan cewek pun pasti ada aja yang memiliki kecenderungan untuk begini. Gue cuma ngomongin mayoritas, itu pun dari sudut pandang gue.

Jujur ini semua gak masuk akal bagi gue. Menurut pemikiran gue, justru bertumbuh bareng dan setia satu sama lain tuh romantis banget. Dan lagi, berjuang bareng itu kan memperkuat ikatan dan koneksi antara satu sama lain gak sih? Apa lagi kalo konteksnya untuk pasangan hidup selamanya. Lo harus punya keterikatan lebih daripada sekedar naksir muka cakep atau bodi asoy. It doesnt long last.

Balik lagi ke kenyataannya, ya enggak kayak gitu. Walaupun gue gak suka, tapi ya kenyataannya begitu. Gue yakin masih ada cowok-cowok lain di luar sana yang beda dan unik. I know that. Allah will give me. Tapi ya gue capek aja denger berita aneh-aneh ini. Dan ya, sadly, these shits are a hard truth.

Jadi buat cewek-cewek di luar sana. Gue sih gak akan mengkritisi keputusan atau pemikiran lo kalo emang lo ternyata sekarang lagi nemenin cowok lo dalam kondisi 0 atau bahkan minus ya. I do support women. Gue cuma pengen sharing aja kalo hal kayak gini emang ada, dan better to build yourself as hard as you can, and expect everything only to God's hand. Ya gitulah, pokonya banyak bersiap aja. Inget, nanti kita di surga ga bakalan bingung, kalo kata bang Aldi Taher. Gapapa sekarang bingung, itu artinya kita emang cuma manusia biasa yang butuh Allah. Semoga kesehatan dan kebaikan fisik dan psikis kita senantiasa dalam lindungan Allah, aamiin.

Puisi: Kenang by Sarah Nurkhaliza

Kenang


Aku ingin mengenangmu
Dalam setiap detik jam melaju

Aku ingin mengenangmu
Walau kita tak pernah dalam ruang yang satu

Aku ingin mengenangmu
Dalam setiap hembusan angin
Meniup waktu untuk menghilang
Menyuruhnya untuk pergi
Mungkin sebentar-sebentar mengintip kembali
Dalam ruang-ruang yang luang
Dalam keramaian tak bertuan
Dalam ketidakberdayaan ingatan

Kita hanyalah akan menjadi masa
Bukan untukmu
Bukan juga untuk aku
Hanya seberkas cerita rindu terburu waktu
Yang tidak pernah merelakan kita bertemu

Aku akan selalu
Ingin mengenangmu


Bandung, 3 April 2023
05.41 WIB

Sarah Nurkhaliza

Puisi: Wanita dari Waktu yang Lain ------------ Nike Ardilla

Wanita dari Waktu yang Lain


Wanita yang berasal dari ruang waktu yang lain.
Berambut pendek, berwajah teduh.
Muda usianya, lebih kepada masih baru dewasa.

Tak lama ia beraksi panggung
Jika mengingatnya kini
Detik demi detiknya seperti hanya membaca sehalaman buku harian
Singkat, namun personal
Singkat, namun bermakna kekal

Jarang ia mampir
Dalam ingatanku, kesibukanku

Tapi secara rutin ia hadir
Entah mengapa
Walau kita tak pernah dalam satu ruang waktu yang sama

Tawa cantiknya
Suara serak pembedanya
Tinggi semampai tubuhnya
Selalu menjadi ruang dalam kepala yang terisi dengan berbagai tanya

Bagaimana seorang dalam kematiannya begitu berpengaruh dan menolak hilang ditelan zaman?

Sebuah artikel dengan judul In Death She Soared yang ikut memberitakan kepergiannya belum lama saat itu, memang benar menuliskan judul dengan arti yang dapat kita terima bahwa ia tak sekedar sederhana.

Seorang remaja tumbuh dewasa di usia ke sembilan belasnya, mampu mengajak insan dari berbagai era untuk terus mengingat dan mengajaknya bicara tanpa balasan kata dalam pikiran dan ingatan.

Sebuah kisah yang luar biasa
Dapat digoreskan gadis muda belia
Di usia yang bahkan belum kepala dua
Ia pergi menjadi legenda
Meninggalkan kerinduan tak beralasan di setiap insan yang mengenalnya
Saat itu, saat ini, dan saat hingga entah kapan

Nike Ardilla


Sarah Nurkhaliza,
Bandung,
3 April 2023, 05.58 WIB