Suzzanna Malam Jumat Kliwon

Setelah 5 tahun lalu review film Suzzanna: Bernapas Dalam Kubur, gak nyangka hari ini akan review lagi film remake Bunda Suzzanna yang baru aja rilis 3 Agustus kemarin, Suzzanna: Malam Jumat Kliwon. Sebelum nonton pun, pertama kali tahu soal bakal adanya film remake ini aku sangat excited, seperti yang kalian tahu, segimana aku ngefansnya sama film-film Bunda Suzzanna, hahaha. Untuk film pendahulunya dengan judul yang sama pun, aku sudah nonton mungkin puluhan kali. So, kita mulai aja review film ini!

Nonton di hari pertama rilis, aku gak bisa ngegambarin betapa senengnya aku pas awal film dimulai, bumper atau video pengantar masuk yang nunjukin rumah produksi, yaitu Soraya Intercine Film, diputer versi jadulnya, yang awalannya tuh kayak sekelebat cahaya dengan background biru dan subtitle 'Dengan Bangga Mempersembahkan' pake tulisan script putih yang bener-bener jadi momen nostalgia terhebat. Apalagi buat aku, bayangin anak kelahiran 90an ini, yang nonton film-film Bunda Suzzanna cuma lewat tv, youtube, google, bisa nonton opening scene legend itu di layar segede bioskop. HEPI!

Lanjut dari momen nostalgia menyenangkan tersebut, aku kemudian disuguhkan cerita film yang berlatar sebuah desa di Jawa Timur. Di film ini, Suzzanna sebagai tokoh utama diceritakan berusia 20-an, menjalani kehidupan gadis desa biasa dengan kekasihnya bernama Surya. Kebahagiaan sederhananya direnggut karena harus menerima kenyataan kalau ia dipaksa menikahi Raden Aryo karena permasalahan orangtuanya. Raden Aryo adalah orang terpandang di desa tersebut yang sudah beristri tapi tidak juga dikaruniai anak, makanya ia ingin mendapatkan anak dari menikahi Suzzanna.

Hal itu menjadi malapetaka tersendiri bagi Suzzanna karena Minati, istri Raden Aryo, tentu tidak menyukai kehadirannya. Minati menyantet Suzzanna hingga Suzzanna berakhir dengan kematian yang mengenaskan, melahirkan anaknya bersama Raden Aryo dari punggungnya yang meletus. 

Dari keseluruhan cerita versi ini dan versi original tahun 1986, scene inilah yang menjadi bagian utama yang dibuat ulang sama persis seperti pendahulunya. Sedangkan untuk bagian cerita lainnya, kamu disuguhkan cerita baru yang masih sejalan dengan cerita versi original film ini.

Setelah kematiannya, Suzzanna berubah menjadi hantu sundel bolong dengan tujuan utamanya menuntut balas, khas cerita film Bunda Suzzanna. Daripada menunjukkan sisi yang menakutkan atau mengagetkan, Bunda Suzzanna dalam film-film horrornya lebih menunjukkan sisi komedi, heroik, dan gore. Begitu pun dengan Malam Jumat Kliwon versi 2023 ini, ciri khas film Suzzanna tetap menjadi sajian utama.

Itulah gambaran singkat mengenai filmnya yang untuk lebih detailnya kalian bisa nonton ke bioskop supaya nggak spoiler :D 

Gimana pendapat aku sebagai hardcore film-film Bunda Suzzanna setelah menonton film ini?

Tentu aja aku super hepi dengan film ini, selain karena pastinya sebagai momen nostalgia, film ini juga emang bagus dengan alur cerita yang walaupun kerasa banget dipadetin, ada bagian-bagian yang sengaja dipotong karena durasi, masih bisa dinikmati dan jalan ceritanya tetep nyambung banget. Walaupun secara keseluruhan oke, pastinya ada beberapa hal yang kurang srek juga, yang bagi aku masih bisa ditolerir. Kekurangan di bagian eksplorasi kisah cinta antara Suzzanna dan Surya yang dibuat terlalu singkat, akting Megantara sebagai Surya yang at some point masih kayak dibuat-buat, editing di bagian Ratih muter kepala itu keliatan gak rapi banget, scene komedi hansip yang kepanjangan, dan satu hal yang mungkin kalian minim denger dari reviewer lain. Sebagai orang yang nonton film-film Suzzanna puluhan kali dari berbagai judul, aku hapal banget kalau gaya ngomong tokoh-tokoh dalam film Suzzanna tahun 80-an tuh ya ala orang tahun 80-an, lebih baku. Jarang, atau hampir gak pernah aku denger kata "nggak" atau "enggak" dari film jadul Suzzanna. Kata ini disebutkan dengan "tidak" "gak" atau "ndak", karena latarnya yang mayoritas Jawa Tengah atau Jawa Timur. Terus, kata "kamu" juga minim digunakan, tapi lebih sering ke "kau". Dan kata dalam bahasa Indonesia yang lain yang diucapkan dengan penyampaian bahasa baku, khas ala kehidupan tahun tersebut, apalagi dengan latar tempat desa yang notabene masih sulit terkena pengaruh modernisasi. Di film ini, masih banyak kata bahasa Indonesia yang agak gaul yang digunakan. Aku pikir artis-artis zaman sekarang yang mau meranin film dengan latar 70-80an harus latihan ngomong ala tahun tersebut deh, supaya feelnya lebih dapet lagi. Tapi yah, mungkin ini hanya menjadi concern sebagian orang yang juga menikmati film-film jadul salah satunya karena tata bahasanya yang beda dan menaruh kesan tersendiri sebagai rapi dan klasik.

Overall dari film ini, yang paling bikin aku seneng, karena DNA film Suzzanna-nya bener-bener masih melekat. Alur sederhana, straight to the point, minim jumpscare, bumbu komedi yang khas, sosok hantu ala Suzzanna (yang mana sosok Suzzanna tuh udah kayak jadi jenis hantu baru yang lain daripada sekedar kuntilanak ataupun sundelbolong), dan tema balas dendam dengan aksi-aksi gore yang mencekam. Kalau kamu udah nonton juga, mungkin kamu akan setuju kalau ending dari film ini bener-bener jadi gong yang luar biasa, golden scene, yang bikin mata membelalak pas liatnya dan ada kepuasan tersendiri. Dendam terbayar tuntas, dengan rasa sakit yang minimal setara, lebih sakit menjadi luar biasa. Luna Maya aktingnya bener-bener top untuk meranin Bunda Suzzanna. Ketawanya sangat masuk, mukanya mirip, Indonesia campur kebule-bulean, logatnya mirip, gestur mirip, cantik sekali memerankan Suzzanna dengan potret usia 20-an. 

Jadi kesimpulannya, film ini akan seru untuk ditonton untuk siapa aja, yang menurut aku lebih bijak kalo ditonton oleh anak usia 15 tahun ke atas, walaupun rate-nya sendiri 13 tahun ke atas. Cocok banget ditonton untuk nostalgia, untuk ngisi weekend keluarga, atau pemuas dahaga nostalgia film Suzzanna yang baru setelah film remake pertamanya 5 tahun lalu rilis di bioskop. 1 sampai 10 rate dari aku berapa? ah, jangan tanya aku. Aku hardcore Bunda Suzzanna, garis keras, aku takut subjektif. Penilaian dari aku, udah pasti 1000/10! Aku bahkan udah nonton 2 kali ke bioskop, haha. Gak sabar untuk ngulang-ngulang filmnya di streaming platform, apalagi kalau ada versi extendednya gak sih? Semoga ya! 

Selamat nonton, selamat nostalgia!
hihihihihihihihihihihihihihi *ketawa ala hantu Suzzanna