UPI : Mimpi yang Bukan Takdir

          Dari dulu setiap aku mau masuk ke sekolah manapun yg aku mau, alhamdulillah selalu diterima. Smp yg aku mau, aku masuk. Smk yg aku pengen, aku diterima. Tapi nyatanya, disaat SMK, pas aku pengen banget masuk UPI, ternyata gak bisa segampang dulu. Aku coba lewat snmptn, gamasuk. Coba juga via sbmptn, gamasuk juga. UPI, ternyata bukan jalanku.

          Gak baik menyesali yg sudah terjadi, so, aku hanya ingin mengenang aja. Boleh kan, mengenang?

          Entah kenapa gedung UPI, lingkungannya, dan orang-orang yang aku kenal yang berasal dari sana, aku suka. Hati aku, melihat kampus itu dan orang-orangnya, aku suka aja. Kayak feelingnya bagus aja. Bahkan jalannya, jalan setiabudi, aku suka.

          Aku pertama kali main ke UPI waktu esempe, buat lomba paduan suara. Dari dulu aku udah seneng sih, sama lingkungannya. Kayak, gue banget gitu loh.

           Tapi aku harus belajar. Aku bukan anak-anak lagi, aku sudah dewasa. Aku harus selalu bisa menerima realita. Kenyataan gak selalu sejalan dengan harapan. Yang aku syukuri, aku masih bisa kuliah walau di Uni yang lain, dan UPI masih berdiri di setiabudi. Kita sama sama berdiri, walau di tempat yang tidak sama. Aku harap, kampusku dan UPI semakin maju. Sukses melahirkan generasi penerus yang baik. Aamiin.

Aku si INFP yang (mungkin) Aneh

          Entah manusia macam apa gue ini. Gue selalu berpikir gue adalah kesalahan, karena gue merasa berbeda dari manusia pada umumnya. Gue beruntung karena akhirnya gue tahu bahwa gue adalah seorang introvert atau INFP menurut MBTI test. Dan gue tahu gue hanya memiliki kepribadian yang berbeda, yang tidak mayoritas, dan gue bukan kesalahan. Gue berharga, itu yg berusaha gue tekankan terhadap diri gue sendiri.

          Tapi tetap saja, jadi minoritas itu gak gampang ya. Bahkan untuk seorang idealis seperti gue. Tetap saja gue harus dihadapkan dengan manusia-manusia lain yang mayoritas. Dan gue terasing dalam keintrovertan gue.

          Kadang gue ingin menangis, kenapa gue merasa terasing. Harusnya sih, "kenapa gue harus merasa terasing". Orang orang ga mengasingkan gue, gue aja yang merasa terasing dan secara tidak langsung mengasingkan diri sendiri gue dari peradaban. Gue selalu merasa gagal saat gue gak bisa fit myself into a circle. Gue merasa salah menjadi orang yang tidak ingin berinteraksi di kumpulan orang yang gak begitu gue kenal atau gak dekat secara personal dengan gue. Many times gue berusaha cheerful, sok ceria, sok excited ama topik2 jodoh dan jomblo, supaya gue bisa diterima di sebuah lingkaran. To be honest, menjadi seperti itu tuh bener bener bukan gua banget. Gue lebih ke obrolan yang.. apa ya, yang deep, yang ada makna, deep conversation lah. Gosip, ketawa tawa, bahas artis/kepopuleran temen, itu bukan gue banget. Tapi apa yg harus gua lakukan untuk berbaur? Ya kali gue harus ngansos!

          Walaupun gue gak terlalu suka obrolan yang mayoritas disukai semua orang, gue suka kehidupan sosial, gue suka berteman dan punya banyak kenalan. Gue juga membutuhkan social life. Gue senang bertualang, gue bukan orang yang suka berdiam diri di satu tempat lama lama. Gue bahkan ingin tahu seperti apa dalamnya gereja, vihara, pura, dan gue ingin tahu kayak apa dalemnya tempat dugem. Gue memang banyak diam, tapi gak berarti gue ingin diam.

           Gue bukan anti sosial. Dan gue gakmau dicap ansos, kuper, pendiam apalagi pemalu. Maka dari itu, sejak dulu gue berusaha menyesuaikan diri gue dengan keadaan apapun. Tapi menyesuaikannya gue itu gak positif, karena gue seperti membunuh karakter gue sendiri. Gue banyak melewati kepura-puraan. Pura-pura jadi golongan ekstrovert yang mana tetep aja introvertnya gue kebawa bawa dan keliatan orang. Even gue udah pura pura warm, pura pura telmi, pura pura polos, pura pura suka obrolan2 ringan, pura pura galau jadi jomblo, pura pura peduli kalau gue gendutan, padahal aslinya i dont even care about dat fuckin things. Tapi gue, dengan bodohnya ngelakuin itu semua, karena gue merasa karakter gue beda, aneh dan ga masuk sama lingkungan gue. Gue gakmau gakpunya banyak temen. Padahal jadi beda itu gak salah kan? Cuma gue aja yang mungkin salah tempat atau salah gaul


Seorang INFP
          Gue adalah seorang INFP. Gue ingin mendescribe INFP ini, disini. Bukan karena ingin memperkenalkan diri gue yang kaku ini, gue hanya selalu merasa lebih baik ketika mengurai kepribadian gue, menyelami diri gue sendiri. Itu memberikan energi buat gue, untuk percaya kalau gue juga manusia yang berharga.

INFP : Introversion, Intuition, Feeling, Perception

I – Introversion: cenderung tenang dan pendiam. Mereka umumnya lebih suka berinteraksi intensif hanya dengan beberapa teman dekat daripada dengan memilih dengan banyak orang, dan mereka mengeluarkan energi dalam situasi sosial, dan memperoleh energi saat menyendiri.
Gue selalu membantah kalau gue pendiam, gue hanya berpikir kalau gue have nothing worth to say. Mungkin gue pendiam, ada betulnya juga. Tapi gue kok gamau terima ya disebut pendiam?

Di sebuah perkumpulan, reuni SMA. Gue gak bisa yg namanya ngomong ama sekumpulan orang secara langsung, kecuali emang udah bagian gue untuk berbicara atau emang ada kepentingan gue untuk talking to people. Gue merasa nyaman untuk berinteraksi saat gue face to face sama seseorang atau beberapa orang dalam jumlah tidak banyak, yang berbicaranya satu persatu, bukan saling bersahutan ga brenti brenti. (Kecuali kalo di antara sahabat-sahabat gue, bisa bisa aja sih)

N – Intuition: cenderung lebih abstrak. Mereka fokus pada gambaran besar daripada detail, dan kemungkinan masa depan daripada realitas yang ada.
Gue belum nemuin contoh di hidup gue yang berkaitan dengan intuisi ini.

F – Feeling: cenderung menghargai pertimbangan pribadi dalam mengambil keputusan. Umumnya mereka sering lebih mengutamakan implikasi sosial daripada logika.
Jujur aja apabila gue menghadapi sesuatu, mau masalah, kasus atau apapun itu, lebih sering menggunakan pertimbangan pribadi. Entah gue pake logika apa engga, tapi gue yakin banget almost 100% gue pake feeling gue.

P – Perception: Cenderung menahan pendapat dan menunda keputusan, lebih memilih untuk “menjaga pilihan mereka tetap terbuka” sehingga dapat berubah sesuai kondisi.
Nah ini nih. Entah berapa milyar kali gue membatalkan diri untuk menyatakan pendapat gue. Saking gue berpikir amat dalam, pakek sudut pandang A sudut pandang B.
Juga ketika gue mengambil keputusan, mikirnya tuh lamaaaaaaa banget. Gue mengambil keputusan dengan banyak pertimbangan. Gue sangat menghindari keputusan yang berujung pada penyesalan.


Gambaran Singkat Kepribadian INFP :

INFP memfokuskan banyak energi mereka pada dunia batin dikuasai oleh perasaan yang sangat kuat dan etika yang dipegang teguh. Mereka mencari kehidupan eksternal yang sesuai dengan nilai-nilai ini. Setia kepada rakyat dan penyebab penting bagi mereka, INFPs dapat dengan cepat melihat peluang untuk melaksanakan cita-cita mereka. Mereka ingin tahu untuk memahami orang di sekitar mereka, dan begitu juga menerima dan fleksibel kecuali ketika nilai-nilai mereka terancam.
Entah darimana asalnya, gue suka melamun, merenung. Lebih tepatnya, berimajinasi dan berpikir. Gue sering berbicara dalam otak gue. Berkata-kata, membangun cerita, menganalisa dan menilai manusia, observasi lingkungan, dll. I did so much things in my head. Apa yang ada di otak gue lebih banyak dari apa yang ada di mulut gue.
Gue fleksibel? Maybe yes. Gue bisa memfit diri gue pada setiap orang. Walaupun ga seutuhnya. Makanya orang2 biasanya suka gue di awal, karena gue mengatur diri gue untuk bersikap yg menyenangkan di mata orang tsb. Tapi saat ada orang berstatement yg meaningnya sangat berlainan dengan prinsip gue, gue langsung menolaknya keras dalam otak gue, yg kelihatan keluar gue paling ngomong seperlunya atau diam.

INFP menikmati percakapan dalam suasana hati bergaul, humor dan pesona. Dalam sebuah lingkaran orang-orang terdekatnya, INFP menjaga kesejahteraan emosional orang lain, menghibur mereka bila dalam kesulitan. INFP lebih memilih untuk menjadi fleksibel kecuali ketika peraturan mengikatnya. Mereka sering dapat mempengaruhi pendapat orang lain melalui kebijaksanaan, diplomasi, dan kemampuan untuk melihat sisi berbagai masalah. 
Gue suka mendengarkan orang. Gue suka ketemu orang untuk mendengarkan mereka, bukan berinteraksi dan mendominate percakapan. Tapi gue juga bakal banyak bacot sih kalau ketemu orang yang obrolannya dapet. Gue senang bertukar pikiran dengan temen2 gue, about everything. Mostly apa yg ada di otak gue gak sejalan dengan temen2 gue. Kalau temen gue curhat, gue ingin menjawab mereka dengan berbagai sudut pandang yang berguna namun tidak sampai menyakiti mereka.

INFP mengembangkan wawasan melalui refleksi, dan mereka memerlukan banyak waktu sendirian untuk merenungkan dan memproses informasi baru. Sementara mereka dapat cukup bersabar dengan sesuatu yang kompleks, mereka umumnya bosan dengan rutinitas. Meskipun tidak selalu terorganisir, INFP sangat teliti tentang hal-hal yang mereka nilai. Perfeksionis, mereka mungkin memiliki kesulitan dalam menyelesaikan tugas karena tidak dapat memenuhi standar tinggi mereka. 
Sendirian. Gue merasa merdeka ketika gue sedang sendiri. Gue suka banget nongkrong di J.Co sendirian, sore-sore duduk di kursi empuk pendek menatap ke jendela. Surga banget buat gue hal sesederhana itu. Gue mendapat banyak hal dari berpikir. Gue mengambil pelajaran atas setiap renungan gue.
Jujur aja gue tipe orang yang sabar. Gue tenang menghadapi emosi orang. Gue tenang menghadapi tugas yang njlimet dan berat (kecuali udah deadline), gue tenang menghadapi sikon yang melenceng dari perkiraan. Gue juga orang yang mau mengulang apabila diperlukan.
Soal standar tinggi, yang gue rasain itu di kerjaan ngedesain gue. Gue selalu menetapkan standar tinggi kalau gue mau ngerjain desain. Padahal salah satu prinsip desain itu simplicity. Gue acapkali melupakan itu. Gue pusing-pusing cari ide desain yang wah, lalu ujung-ujungnya malah kebingungan. Pas gue lihat hasil desain temen gue, desainnya WOW tapi simpel. Nah gue selalu gagal menerapkan konsep sederhana yang berkelas karena gue terfokus pada standar tinggi gue yang gak berdasar dan bertujuan.

INFP adalah tipe kreatif dan sering memiliki bakat untuk bahasa. Sebagai introvert, mereka mungkin lebih memilih untuk mengekspresikan diri melalui tulisan. Mereka memiliki bakat untuk simbolisme, mereka menikmati metafora dan similes. Mereka terus mencari ide-ide baru dan beradaptasi dengan baik terhadap perubahan. Mereka lebih suka bekerja di lingkungan yang menghargai karunia-karunia dan memungkinkan mereka untuk membuat perbedaan positif di dunia, sesuai keyakinan pribadi mereka.
As you can see, gue senantiasa menuangkan pikiran gue melalui tulisan. Sometimes gue juga speak up my mind sih, cuman ya, gue ngerasanya tuh.. maksud-maksud gue selalu tersampaikan dengan lebih baik melalui tulisan, dibandingkan gue mengutarakannya langsung. Gue berpikir gue selalu dapat beradaptasi dengan baik, even itu menyenangkan untuk gue atau engga, gue bisa beradaptasi. Gue sangat memperhatikan detail-detail di kantor gue, yang mungkin orang lain pikir, "ah apaan si. Yang penting duit, ngapain mikirin yg gituan." Tapi hal-hal kecil gue pikirkan, seperti tata letak barang di atas meja, posisi meja, space antara satu meja ke meja yang lain, warna dinding, aksesoris meja, tempat duduk. I dont know why i thinking about those fuckin things. Tapi menurut gue barang-barang yang tertata dengan baik itu, looks good. Dan mungkin ngaruh ke mood atau daya pikir (?maybe)



Ohya, tadi pagi gue berpikir, ada ga ya orang seweird gue. Yang mau jalan-jalan pake motor gak jelas tujuan, pake headset puter lagu-lagu di playlist, pake masker lalu nyanyi sambil nyetir motor tanpa tujuan. Atau karaokean tiap minggu. Mempertanyakan hal-hal yang kata orang sepele. Ketawain hal-hal yg gak lucu. Kadang males ngomong, kadang pengen ngomong banget. Ekspresi muka sama perasaan di hati bener bener bertolak belakang. Hahaha, pengen banget gue nemuin. Mungkin bisa dijadiin sahabat atau pacar (?)

Btw, gue malah selalu deket sama orang-orang ekstrovert loh, dibandingin sama orang yang setipe sama gue. Sahabat-sahabat gue rata-rata orang ekstrovert. Gue juga selalu naksir sama cowo yang ekstrovert, ada sih dulu satu, yg diem misterius, tapi mostly yang ceria. Mungkin karena merasa dilengkapi kali ya, ahahha.

Doain cepet nemu! :-D

Ngejual Cewek di Acara Olahraga

         Sebagai salah satu penggemar acara olahraga, gue, dan kalian, pasti hapal banget sama host-host yang biasa nemenin kalian melengkapi jalannya acara olahraga tersebut. Host siapa favorit kalian? Btw, acara olahraga apa yang kalian suka?

          Gue mah gosah ditanya lagi ya, jelas aja MotoGP. Tapi gue juga suka nonton bola lokal, dengan jagoan tim kampung halaman gue, Persib Bandung.

          Gua juga sesekali ngikutin Pertandingan Bulutangkis, Thomas dan Uber Cup, Olympics, Indonesia Open/Singapore Open pokoknya ada Open Opennya. Juga mantengin FIFA World Cup & Piala Eropa. Tapi ada yang menarik dari ini.

          Mayoritas acara olahraga yang gue tonton, hostnya adalah cewek cantik yang sexy. Pakaiannya terbuka, atau engga minimalnya itu ngebentuk tubuh. Sepertinya acara olahraga emang identik sama host cewe sexy ya? apa cuma pandangan gue aja sih?

          Contohnya, acara sepak bola. Gue nggak bisa bilang semua acara bola, karena gue nggak nonton segala jenis liga. Yang gue tonton cuma liga antar klub Indonesia. Belum lama ini, Piala Sudirman atau Piala Presiden gue lupa, yang pokoknya ditayangin sama NET TV, itu gue ingat sekali, Komentator dan host ceweknya bajunya seragam. Seragam khas Net TV. Atasannya kemeja putih berdasi dibalut jas/blezer biru khas Net TV. Tertutup, sopan. Cowok dan Cewek bajunya sama. Bedanya cuma di rok dan celana aja.

          Lalu Liga yang lagi jalan sekarang, gue juga nonton kan, lumayan lah seru-seruan nonton Persib. Tapi ada yang bikin gue jengah, gusar. Entah gue yang terlalu kolot mikirnya atau terlalu polos atau apapun itu. Gue ngerasa nggak sreg bahkan gerah lihat outfit si host cewek. Gaun, yang diatas lutut, yang bahunya kemana mana, persis kayak mau ke pesta dansa. Yang cowok, baju biasa, sopan dan tertutup, kemeja, dasi dan jas, celana panjang. Kenapa dibedain ya?

          I know, olahraga memang dekat dengan pakaian terbuka, karena kesan sporty, leluasa, bebas bergerak, ya pasti didapatkan dengan mengenakan pakaian yang tidak terlalu panjang dan tidak membatasi ruang gerak. Tapi esensi dari pakaian terbuka dalam olahraga ini, semakin lama gue pikir semakin berubah maksud dan tujuannya. Bukan lagi sebatas supaya bisa berkesan sporty, tapi buat mempertontonkan keindahan tubuh perempuan untuk menarik audience.

          Yes, gue amat mengerti. Acara ini 80% dipantengin sama laki-laki. Ya, gue paham. Cewek dengan pakaian seperti itu seakan seperti 'penyegar' ditengah emosionalnya pertandingan bola. Cuci matanya cowok lah. Apalagi itu host-host acara olahraga emang geulis. Bajunya sexy ngebentuk pula, mana ada cowok yang nggak suka?

          Tapi gue, dari dalam pemikiran gue yang -entah mungkin kolot, jadul, kaku, serius, baperan dll- , gue sangat merasa adanya ketidakadilan dalam hal ini. Berat banget yak, jadi adil adilan cuma masalah host bola doang. TAPI INILAH YANG GUE PIKIRIN DAN GUE INGIN MENUMPAHKANNYA DISINI DISAAT GA ADA SATUPUN ORANG YANG SEPEMIKIRAN SAMA GUE.

          Gue ngerasanya tuh, kok kaya pengeksploitasian wanita aja gitu. Mempertontonkan cewek sexy di acaranya cowok tuh kayak ngejual wanita, ngejual fisik perempuan. Kayak ngga ada hal lain aja yang bisa ditonjolin sampe-sampe harus ngejual manusia. Ya, walaupun wanita yang bersangkutan mau mau aja, tapi gue pikir, gak seharusnya wanita dijadikan objek untuk memuaskan atau menyenangkan kaum laki-laki. Memuaskan dan menyenangkan laki-laki dalam artian wanita-wanita yang pake baju terbuka ini, di acara yang ditonton mayoritas kaum adam, jadi 'penarik' perhatian cowok, 'penyegar' mata laki-laki yang emang hasratnya senang lihat perempuan bening sekaligus sexy. Kasarnya sama aja kayak tujuanya buat memuaskan hasrat laki-laki, membuat mereka senang dengan mempertontonkan objek tubuh dan wajah rupawan dari seorang perempuan.

          Alangkah lebih baik, menurut gua, wanita yang jadi host acara olahraga itu 'diselimutin' dengan pakaian yang mungkin bisa sedikit lebih layak. Macam di Net TV lah. Walaupun gak sampe dikerudungin, seenggaknya bahu dan paha gak usah diumbar. Ini kan acara olahraga, bukan acara ****. Kalau yang cewek mau dikasih pakaian terbuka, ya yang cowok juga dong! Yang cowok dikasih pakaian rapi sopan dan tertutup, ya yang cewek juga lah!

          Dengan penyamarataan seperti itu, gue rasa cowok jadi akan malu lihat wanita yang berpakaian terbuka, karena sebagai sesama manusia, mereka mengerti wanita juga manusia, yang nggak sepantasnya dieksploitasi dengan dipertontonkan tubuhnya. Cowok akan memandang wanita bukan sebagai objek yang indah untuk memuaskan hasratnya. Cowok akan melihat wanita sebagai manusia. Mereka akan menilai perempuan dari knowledge-nya, tutur katanya, kecerdasannya, bukan sebatas modal fisik. Dengan begitu, gue rasa laki-laki dan wanita menjadi sama. Menjadi sama-sama dihargai.

       
           Gue amat berharap, semua host cewek di acara olahraga, pakaiannya rapi dan sopan. Kayak pembawa berita contohnya (bukan berita gosip). Sopan, rapi, elegan. Tidak mempertontonkan kemolekan tapi kecerdasan bertutur kata. Semoga host cewek yang lagi jalan di Liga satu sekarang ini bisa diubah ya. Minimal, samain lah bajunya sama yang cowoknya. Hahahah

       

Insiden Bendera Terbalik di SEA Games 2017

          Sekarang rakyat Indonesia pasti lagi marah banget atas insiden kesalahan fatal terbaliknya bendera Indonesia di buku tamunya Sea Games Malaysia 2017. Sangat amat wajar kemarahan ini, gue juga marah banget, hanya dalam hati. Simbol negara, kebanggaan kita, jiwa kita, nyawa kita. Seperti nama lo aja, ibu lo kasih lo nama bagus bagus, lalu lo mengikuti sebuah event dan nama lo salah disebut di event tersebut. Bisa dimaklumi, tapi marah ga mungkin dipungkiri.

          Gue hanya bisa berharap para pahlawan berkenan memaklumi ini, karena tentunya beliau-beliaulah yang paling berkontribusi, berjuang, bersusah payah membuat bendera pusaka berkibar di ujung tiangnya. Merah putih, harga mati. Membuat bendera ini bisa berkibar dengan bebas, dengan merdeka, perlu tumpah darah, korban nyawa, dengan sangat hati hati, ngga ada yang namanya salah kibar ampe kebalik, bisa berkibar, merdeka, bebas. Duh, jadi baper sih. Gimana rasanya perasaan para pahlawan kalau mengetahui insiden ini. Sakitnya tidak terperi, dibandingkan kita-kita yang sekarang ini.

          Walaupun gue belum bisa kontribusi apa apa buat Indonesia, gue sangat mencintai negara ini, hati gue bergetar, tubuh gue merinding, saat upacara bendera di sekolah, dengan khidmat. Sumpah deh ya gue ga boong. Gue bahkan ngimpi bisa bikin bendera pusaka berkibar dan Indonesia Raya berkumandang di tanah orang.

          Kemarahan ini patut kita rasakan sebagai warga negara Indonesia yang punya sedikitnya rasa nasionalisme. Tapi kemarahan itu tidak selalu harus ditunjukkan dengan kata kata kasar atau muka yang muram. Karakter seseorang bisa dilihat dari cara dia marah. Tapi gue juga kurang tahu pasti sih, bagaimana seharusnya kita bersikap terkait kesalahan fatal dari negara tetangga, yang serumpun, yang dekat ini. Gue kecewa, yang jelas.

          Gue hanya nggak habis pikir, mengapa ajang besar sekelas Sea Games bisa bikin kesalahan seperti ini. Oke, manusia tempatnya salah. Tapi, kesalahan itu sudah sepatutnya diminimalisir. Oke, Malaysia gak sengaja. Tapi, gimana ya.. maafin bisa, luka tidak bisa hilang begitu saja. Dan gue gaktau apa sikap tindak lanjut yang akan diambil oleh pemerintah menanggapi permintaan maaf dari Malaysia. Gue rasa sih, TNI bakal marah abis. Dalam kacamata gue, beliau beliau pasti yang nasionalismenya sangat tinggi, pasti akan hancur perasaannya atas insiden ini. Kira-kira, apa ya tanggapan beliau-beliau semua ?

          Menurut kalian, apa yang seharusnya Malaysia lakukan untuk menebus kesalahan ini?

Generasi 90'an

          Pagi ini di kantor gue nyetel banyak lagu Indo. Mulai dari Tulus, Raisa, ampe nyambung ke Kahitna, dan Tangga. Ya ampun, jadi kepikiran jaman dulu banget. Gara gara lagunya Tangga, gue jadi flashback ke masa masa dulu gue mendengarkan lagu lagu mereka pertama kali. Pokoknya pas gue masih tinggal sama bibi gue yang masih SMA, gue SD waktu itu. Dia sering nyetel lagu Tangga. Mangkanya lagu lagu Tangga selalu nempel di otak gue sampe sekarang.

          Kalau diinget-inget, jaman dulu tuh kayaknya seru abis ya. Bukannya jaman sekarang nggak seru, tapi jaman dulu itu serunya beda dari jaman sekarang. Gue lahir tahun 97, tahun-tahun hidup gue yang gue inget adalah sejak 2002. Tapi memori-memori yang ngelekat dan berkesan sih mulai 2005 kayaknya.

          Jaman SD gue. Maen kwartet ama temen, ngoleksi isi binder yang gambarnya lucu lucu. Request lagu ke radio karena belum ngerti caranya download mp3 dari internet. Terus gue inget pas gue lagi kepengen banget denger lagu-lagunya Michael Jackson, gue ampe ngumpulin buat beli walkman di warung, hahaha. Harganya 15ribuan tapi buat dapetin duit segitu kayaknya susah banget dulu gue. Akhirnya kebeli dah tuh walkman, gue denger radio tiap malem, galau ala SD (yang gue gatau gua galauin apa), ampe headset bututnya rusak. Jahahaha.

          Terus pertama kalinya gue nonton MotoGP. Taruhan ama kakak dan bibi gue, dan ternyata kalah (Valentino Rossi, Valencia 2006).

          Juga pas maen ke rumah temen pake sepeda, maen masak-masakan dirumah gue ama temen SD, pake kompor kecil. Naik angkot pertama kali bayarnya 500 perak. Pake telpon koin buat jailin orang (jadi gue ama temen gue nelpon ke nomor-nomor telpon yang ada di spanduk di jalanan). Dikejar anjing, dikejar itik. Mandi di sungai dan selokan (di Ujungberung Bandung dulu masih rada asli -Ujung berung yang dulu bukanlah Ujung berung yang sekarang).

          Dan kepengen nyanyi tapi belum ada apps macam JOOX (setahu gue kala itu), gue nulis lirik lagu di binder, dan gue nyatat lirik lagunya di warnet. Ke warnet cuma demi nulis lirik lagu Michael Jackson coba. Juga gue main masak masakan lidah buaya di rumah temen gue, dibonceng bertiga sama sodara gue. Ah, seru abis.

          Nggak cuma pas SD dan SMP, di SMA juga masih rada ngalay gue. Awal awal masuk SMA, kan suka sama cowo tuh, terus gue galau kan, gak tau lah mau curhat ke syapa. Akhirnya gue curcol ke acara radio tengah malam pake nama samaran. Geblek emang HADUUHH HAHAHAHA.

          Judulnya generasi 90'an. Karena apa ya, most of my story kayaknya mayoritas hanya dialami hanya generasi yang lahir tahun 90an. Gue pengen share ke-flashback-an yang terjadi di otak gue, itu aja. Keinget dah semua orang yang ada di masa lalu gue, JAHAHHAAA

27 Mei 1960, tentang Cinta dan Perkawinan


          Beberapa hari yang lalu aku pernah debat dengan Suparjo, seorang fanatik Katolik tapi bagiku baik. Aku mempertahankan bahwa tujuan perkawinan sebenarnya ialah nafsu. Mereka bukan hendak melanjutkan keturunan atau tugas dari Tuhan. Tapi hal ini dibantah dengan keras olehnya. Dia tidak mau mengakui bahwa wujud manusia tidak lebih tinggi dari anjing. Aku kira tak usah dijelaskan pendirian Suparjo kawanku yang baik itu. Karena pendiriannya umum dan sesuai dengan pendapat Gereja Katolik.
          Aku kemukakan alasan-alasan sebagai berikut: Kalau kita bersetubuh apakah yang dipikir, puas atau keturunan. Aku yakin 99% memikir yang pertama. Bagiku mustahil pendirian yang kedua, walaupun tak aku sangkal. Perkawinan bagiku identik dengan perhubungan kelamin. Jadi identik pula dengan nafsu. Manusia itu sadar akan hal ini. Tetapi mereka malu dan segan mengakui fenomena ini. Mereka malu disamakan dengan kemenakannya. Jadi bagiku tak ada tujuan perkawinan buat apa yang disebut cinta dengan variasi-variasinya yang nonsens. Jadi perkawinan didorong oleh naluri biologis. Dia tak dapat membantah tetapi dia yakin benar pendiriannya. Bagiku cinta bukan perkawinan. Kurang lebih 1-2 tahun yang lalu aku yakin bahwa cinta = nafsu. Tapi aku sangsi akan kebenaran itu. Aku kira ada yang disebut cinta yang suci. Tapi itu akan cemar bila kawin. Aku pun telah pernah merasa jatuh simpati dengan orang-orang tertentu, dan aku yakin itu bukan nafsu. Aku jadi ingat omongan si Bun Som. Dia pernah bilang bahwa dia punya kawan. Kawan itu jatuh cinta dengan gadis yang merupakan ideal type-nya. Lalu dia bilang kepada si Bun Som: "Aku tak mungkin mengawininya, sebab kalau aku kawin aku tak tega menyetubuhinya. Paling banyak aku cium." Dia tak mungkin mengadakan hubungan kelamin sebab baginya 'Ubermensh'-nya suci dan mau dikotori. Aku yakin inilah cinta sejati.
          Aku kira aku pun akan bersikap seperti itu. Kalau aku jatuh cinta aku tak mengawininya. Jadi seperti analisanya A.Gide. Lain kali akan kutulis pendapatku tentang sejarah. Bagiku masyarakat tak mungkin hidup tanpa sejarah.

Soe Hok Gie,
Jumat, 27 Mei 1960

P.S
dalem banget coy.
Just want to share this 

GP Brno 2017 : Have You Respect Each Other?

          Setelah 1 bulan menunggu liburan musim panas, akhirnya hari ini MotoGP balik lagi!!! Ya Allah gw gakbisa gambarin betapa senangnya guaaa!!!! secara MotoGP adalah penyemangat hidup gua, selama sebulan riders liburan gua terseok seok menghadapi kehampaan gue, jiaaaaaahahahahaaa  #lebay.

          Okelah langsung saja ke inti postingan, front row of starting grid diisi oleh duo honda dan veteran Yamaha kesayangan gue. Marc, Valentino, dan Dani. Singkat cerita, langsung ke moment start. Gue sangat lupa siapa yang melesat duluan, yang jelas Vale melorot ke P5. Trus Marc juga melorot jauh dan beberapa saat kemudian dia masuk pit. Vale sempet mimpin sampe setelah semua masuk pit buat ganti ban karena trek mengering, Vale juga masuk pit dan terstuck di P13 kalo gasalah, wkwkwk. Bayangkan saja perasaan gua (tidak hanya gua tapi seluruh Rossifumi) setelah menunggu sebulan, doi kita yang udah leading lalu terjerembap di P13 yang mana kalo finish poinnya hanya 3 :')

          Lalu Valepun ngerecover posisinya, sampe akhirnya finish di P4. Sebenernya ini udah good result banget sih, bayangin aja udah kacau race gegara flag to flag sampe terjebak di P13 tapi Vale ga berhenti berjuang sampe bisa finish P4 and getting 13 points. Very good for the championship tapi tetep aja sad. Kenapa ya? ya soalnya di championship marginnya jadi 22 points. There's still a lot of chance memang, tapi da... gimana... pengennya Vale podium sih minimal. Gue salut sekali sama strategi Marquez dan tim yang kayaknya mereka emang rajanya flag to flag. Gue juga gak nyalahin siapa siapa, gak nyalahin keadaan, ya sedih aja karena kenapa gue kecewa terhadap perjuangan doi gue, yang padahal udah abis abisan banget.

          Satu lagi yang bikin gue bete, kenapa sih, di saat gue udah lapang dada banget, pas gue cek fanspage GP, seperti biasa cuy.. antar fans pada ribut. Dan gue tercekik banget cuy ama omongan fans sebelah yang ngata ngatain doi gue. Gue gak pernah ngatain rider lain di sosmed, dengan kata kata kasar, sekalipun itu ke Lorenzo yang dulu bikin ngelus dada banget kelakuannya, gue gakpernah ngata ngatain dia. Tapi kenapa fans sebelah selalu ngata ngatain idola gue ama kata kata yang nusuk.

          Sebenernya semuanya bukan 100% tanpa alasan sih. Mereka kek gitu karena orang orang yang suka ngaku fumi juga suka ngata-ngatain idola orang. Bahkan disaat ini mereka ngatain Marc podium hibah. ANJ*R Pliss dehhhh. Ngatain juga pake otak kaliii duhhhh malu maluin aja. Soalnya yang ngatain gini tuh pasti disangkanya fans nya Rossi lagi fansnya Rossi lagi. Jadi Rossifumi tuh image nya jelek gitu kan. Ini sih yang bikin gue kesel.

          Gue yakin diluar sana, Rossifumi yang beneran Rossifumi, pasti mereka mengakui kehebatan lawan idolanya, dan membanggakan idolanya disaat idolanya lagi gak diatas. Fans-fans karbitan yang ngejatuhin lawan untuk mengkamuflase kekalahan idolanya itu tuh sampah banget tau gak. Sumpah gua kesel banget. Lebay banget sih buat orang orang yang gak pernah tau rasanya jadi fans sejati seorang/sesuatu. Tapi untuk seorang fans sejati, pasti ada rasa gak enak lah di hati lo kalo ada yang ngebully idolanya.

          Gue ingin banget antar fans tuh saling ngehargain, saling ngejaga kata katanya, saling respect satu sama lain. Gue gakmau fans MotoGP kayak fans bola yang clash mulu (dan akhirnya mereka damai sekarang). Gue ingin kita semua tuh jadi fans berkelas hey, fans yang nggak ngatain lawannya/fans lawannya. Yang saling respect, apalagi MotoGP man. Taruhannya nyawa!
 
          So now, let's respect each other. Gue yakin sesama kita gak akan ngatain kita kalo kita bersikap baik sama mereka ( kalo ada yg tetep ngatain, jelas aja tuh orang sakit mental). Respect people if u want to get respect. Respect all riders, even the latest rider, because they're risk their life for this sport. For entertain you. No games, no kidding. Please respect because we are all humans. Just think bout that.

Sampe ketemu minggu depan di GP Austria.
P.S
bukan trek favorit sih, tapi wajib nonton karena kita akan tahu championship bakal kek apa.

Jujur-jujuran : Mencari Jati Diri

          Tuh kan, gue nulis lagi. Dibilangin juga gue lagi kepengen nulis terus akhir akhir ini. Sebenernya juga gua mah tiap hari nulis, karena tiap hari gue selalu memikirkan apa saja. Random pokonya. Dan gue selalu ingin menuangkan setiap pikiran gue ke dalam tulisan. Kali ini yang gue pikirkan adalah... jeng jengg.... pencarian jati diri. JAHAHAHAHA

          TELAT GAK SEEEHHH GUEE ??!!! di umur 19 tahun ampir kepala dua kek gini masih ngomongin pencarian jati diri. JAHAHAHAHH bodo amat dahhh yang jelas gue lagi mikirin ini.

          Mencari jati diri. Waktu kecil dulu, gue sering denger masa remaja adalah masa pencarian jati diri. Gue penasaran, apa ya yang akan gue lakukan di masa pencarian jati diri gue nanti?

          Ternyata gue merasa, lumayan sulit juga. Pernah gak sih lo mikir, siapa diri lu sebenarnya. Bahkan lu bertanya sama diri lu sendiri, "Lu sebenarnya orang seperti apa?" "Sebenernya mau lu apa si?" "Sebenernya gue orang jahat apa baik ya". Pertanyaan yang bener bener kampret kan.

          Menurut gue, untuk menemukan jati diri lu itu lu butuh banget untuk jujur sama diri lu sendiri, Dan menurut gue lagi, buat sebagian orang, jujur kepada diri sendiri itu masih rada sulit dilakukan. Seperti mengakui kepada diri lu sendiri bahwa lu orangnya ngga pedean, atau lu sebenernya punya sifat buruk A, B, C. Nggak semua orang mau ngakuin sama hatinya sendiri, kalo sifatnya gak bener. Maksud dari gak bener ini bukan kayak kriminal atau jahat atau gimana. Tapi gak bener yang kayak gak pedean, gengsian, jaiman. Gue ngomong kek gini kayak sok sok psikolog gitu ya berasa memahamin semua orang. Ama diri gue sendiri aja kadang gue gak paham. (Sebenernya tadi gue lagi jelasin diri gue sendiri)

          Jujur jujuran nih, gue baru sekarang loh, lubuk hati gue menerima kalau gue memang seorang yang punya kepribadian introvert. Kenapa ya dulu gue gak mau ngakuin itu. Pake sok sok ngaku gua ambivert lagi. Ya, karena gue gak suka jadi orang yang berbeda. Gue gak mau mengakui kalau gue adalah introvert yang banyak mendengar, yang diam, yang suka nulis kayak gini, yang selalu mikirin banyak hal, yang gak bisa ngobrol santai, yang suka nganalisa orang, yang intinya... gue gak bisa seceria, secheerful, semeriah, sengangenin, seheboh para ekstrovert. Gue jujur aja gak suka disebut pendiam, apalagi pemalu. Fuck man! Gue sama sekali gak pernah ngerasa malu dalam diamnya gue bila bertemu orang. Gue juga gak merasa gue pendiam, karena gua suka ngobrol dan gua senang berbicara tentang banyak hal. Tapi gue gak bisa yang namanya ngobrolin hal-hal sepele, ngobrolin urusan orang, ngobrolin sesuatu yang menurut gue gak layak jadi bahan obrolan. Gue merasa kalo ya ngomong yang seperlunya aja. Gak usah ngomongin apa yang gak mau lo omongin apalagi ngomongin orang. Apa seperti itu adalah pendiam? Mungkin masih aja ada yang berpendapat ya. Tapi bagi gue nggak. Dan gue suka marah dalam hati dan menolak statement orang yang ngecap gue pendiam. Makanya gue menegaskan kalau gue bukanlah pendiam dengan ngaku ngaku jadi ambivert. Ambivertnya itu gue bohong, soal pendiem apa enggak, gue masih merasa gue bukan.

          Balik lagi ke soal jati diri. Kemarin kemarin, entah hari apa, gue nyetir motor balik kerja. Seperti biasa, di motor kalau gue nyetir, sumpah ya, banyaaaaaaaakkk banget yang gue pikirin. Berbagai topik. Nah waktu kemarin tuh gue mikir tentang jurusan. Gue kan mau kuliah nih, trus gue dihadapkan sama pilihan jurusan. Desain grafis atau Bahasa Inggris. Kalau milih desain grafis, latar belakangnya karena gue SMK DKV, dan prospek yang wow, tapi aku gak suka sama apa yang dipelajari di jurusan ini (berdasarkan pengalaman gue di SMK dan apa yang gue lihat di matkul ini jurusan). Terus satunya lagi Bahasa Inggris. Gue bener bener suka Bahasa Inggris, entah kenapa. Belajarnya tuh gue gak pernah merasa yang kayak kepaksa, disuruh belajar karena ini satu mata pelajaran yang berguna buat masa depan, gak pernah merasa terbebani. Gue tahunya gue suka, gue enjoy dan gue gak bakal termehek mehek bila gue kesusahan. Justru kesusahannya tuh bikin gue makin tertantang, kayak, apa ya.. istilahnya mau ngafal satu buku juga gue jabanin dah!!! (Gak beneran ngafal sebuku ya, cuma perumpamaan. Ngafalin sebuku mah mabok). Tapi prospeknya, bagus emang, cuman jaman sekarang kan bahasa inggris tuh bisa lu pelajari dari mana aja gitu. Les lah, yutub lah, google translate, gampang lah pokoknya. Gue bertanya dalam hati, apa masih perlu, mempelajari bahasa inggris melalui bangku perkuliahan? sementara orang diluar sana juga tanpa harus kuliah bisa bisa aja kan belajar bahasa inggris juga.

          Nah dari kebingungan gue itu, gue bertanya terus menerus ke diri gue sendiri. Satu hari gue mantap sama Desain, tapi gue tanya lagi diri gue sendiri,

Gue : "Apa motivasi gue?"
Hati gue : "Gak tau, gak ada. Cuman karena prospek bagus, gengsinya dapet, terus kata orang orang lebih menjanjikan.  Udah itu aja."
Gue : "Kalau lu masuk desain trus lu lulus, dapet kerjaan. Jadi desainer. Emang cita cita lu desainer grafis? Sejak kapan? Lu udah tahu gimana ngedesain. Lu udah tau rasanya ngedesain dengan perasaan bete. Hasilnya bagus? NGGAK! Ibaratnya, lu nyebur ke kolam, isinya buaya, trus lu terbebas dari kolam. Orang lain nyuruh lu masuk situ lagi karena katanya ada diamond di dasar kolam. Emang ada diamond, tapi lu harus ketemu lagi itu buaya. Lu nyemplung lagi karena dorongan orang orang. Akhirnya lu dapet diamondnya dengan luka luka akibat gigitan buaya. Trus lu gatau mau apain itu diamond, karena lu gasuka dan ganiat sama itu diamond. Udah deh."
Hati gue : "Hemmm"

          Trus satu hari lain, gue mantap, oke deh, bahasa inggris.

Gue : "Apa motivasi gue?"
Hati gue : "Cita cita gue nyambung banget sama ini jurusan. Dan gue absolutely senang mempelajari ini. Kalaupun gue struggling nantinya, gue gak akan menyesal, at least gue mempelajari apa yang gue suka. That's it."
Gue : "Tapi apa spesialnya elo? Temen lu yang lulusan akuntansi trus bisa bahasa inggris jelas lebih punya nilai daripada lo. Dia bisa inggris sekaligus akuntansi. Lu bisa bahasa doang, dengan kemampuan desain di masa sekolah doang."
Hati gue : "Anjir."

           Dari situ gue jadi pusing, dan mikir. Sebenernya apa sih mau gua!!!! Sebenarnya apa yang gue cari? pengakuan, kebahagiaan, gengsi, cita cita, atau apa?

          Setelah mendapat jawaban harus pilih yang mana, gue menyadari. Gue sadar, gue harus punya motivasi dari dalam diri untuk melakukan sesuatu. Soal masa depan, hari esok, just do d best NOW. Gue percaya, orang yang selalu do the best, yang percaya akan kebaikan, gak mungkin hidupnya kesusahan. Ngerisauin masa depan itu kayak lu nggak nganggap Allah. Rizki Allah Maha Luas man, Allah Maha Kaya. Apa yang nggak bisa lu harepin dari Dia? (Ini gue lagi ngomong ama diri sendiri loh ya, bukan nyeramahin siapapun, lagi reminding myself). Dan akhirnya gue pun mantap dan merasa lega dengan apa yang gue pilih.

          Lalu gue bertanya tanya lagi, sebenarnya gue ini orang yang seperti apa? Apa gue baik? Kok kayaknya nggak bisa gue dibilang baik. Apa gue jahat? kayaknya kagak juga sih, gue gak ngerasa jahat jahat amat (berarti ini ada jahatnya dikit). Terus gue apaan dong?

          Terus gue bertanya tanya, sampai kapan ya gue jaiman dan gengsian. Apa yang gue harepin dari jaimnya dan gengsinya gue. Kayaknya nol banget faedahnya. Bukan kayaknya lagi tapi emang kagak ada faedahnya sama sekali! Kapan ya gue bisa jadi orang yang sepenuhnya jujur sama diri sendiri? bisa menerima diri sendiri, menghargai diri sendiri, sehingga orang lain bisa memperlakukan gue seperti gue memperlakukan diri gue sendiri.

          Gue bertanya tanya lagi. Kenapa gue kayak gini? Kenapa gue bisa menjadi orang berkepribadian introvert? Kepribadian kayak gitu tuh apa udah takdir dari lahir apa karena faktor lingkungan? kalau faktor dari lahir, kenapa gue? kenapa gue yang ditakdirkan menjadi salah satu pemilik kepribadian ini?

          Terus gue bertanya sama diri gue sendiri, akan menjadi apa gue dengan kepribadian dan kebiasaan gue yang sekarang ini?

          Dan gue terus bertanya tanya...
          Terus bertanya....
          Terus bertanya......
         
          Apa ini yang namanya pencarian jati diri?